Tampaknya jenis pengendali hama tanaman yang satu ini tidak cukup populer dikalangan petani, dan penggiat tanaman, bahkan untuk kalangan masyarakat umum istilah parasitoid tidak pula terlalu banyak yang mengenalnya apalagi mengerti “siapa” parasitoid ini, sekilas jika kita simak dari unsur kalimatnya, asalnya dari pengertian “Parasit”, jadi jika kita ingin menterjemahkan arti “parasitoid” secara singkat dan mudah diingat, maka yang harus kita ikut sertakan adalah parasit ,predator (pemangsa) dan parasitoid itu sendiri.
Semenjak kurikulum ilmu biologi diajarkan pada berbagai kelas, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah tinggi, dan pascasarjana, parasit dikenal sebagai sebuah sifat yang lebih berkonotasi negative, “Organisme yang hidup dan mengambil makanan dari organism yang ditempelinya”, dan dalam pemahaman yang lebih umum parasit dan benalu hampir memiliki kriteria yang mirip, hanya saja benalu lebih kepada tumbuhan, sedangkan parasit lebih kepada organisme hidup. Sementara itu istilah parasitoid lebih berkembang pada metode pengendalian secara hayati.
Parasitoid dalam pemahaman ilmu Biologi, diterjemahkan sebagai mahluk yang pola hidupnya berada diantara parasit dan predator, beberapa bagian dari fase metamerfosisnya menjadikan dirinya sebagai pemangsa, sebagai contoh serangga penyengat, fase larva dari serangga penyengat ini hidup dalam seekor inang dan inang itu dimangsanya sampai hancur.
Meski berbagai disiplin ilmu Mikrobiologi mengenal istilah parasitoid, namun tidak semua bidang studi ilmu tersebut mampu mengkaji lebih komplek pemanfaatan sifat parasitoid, misalnya dibidang kedokteran, serangga vector penyakit tanaman, dan lain sebagainya.
PARASITOID DALAM DISIPLIN ILMU PERTANIAN.
Serangga parasitoid lebih populer dalam kajian ilmu pertanian, hal ini serangkai dengan konsep pengenalan “Cara pengendalian hama secara hayati”, sebagai induk dari metode pertanian organic, berbagai kajian ilmiah telah memberikan hasil yang negative terhadap penggunaan bahan kimia dalam pengendalian hama tanaman, baik hasil terhadap lingkungan, nilai kandungan gizi tanaman, dan dampak immun serangga hama yang tercipta akibat penggunaan bahan kimia.
Khusus dalam bidang pertanian sesungguhnya parasitoid sudah dikenal oleh orang-orang dari zaman dahulu, dan pada tahun 1919 HS. Smith mempopulerkannya dengan istilah “Biological control” atau dengan istilah lain mengendalikan serangga hama dengan memanfaatkan serangga lain yang bukan hama, petani-petani China sudah dari dulu memanfaatkan semut rangrang (Oecophylla samaragdina) untuk mengendalikan hama pada tanaman jeruk seperti Tessaratoma papilosa dari ordo Hemiptera.
Dalam kajian ilmu pengendalian hayati yang lebih mendalam lagi, parasitoid tidak hanya membahas tentang serangga hama yang dikendalikan oleh serangga lain, namun dibidang mikroskopisnya juga turut dikembangkan jamur, bakteri, nematoda dan virus begitu pula untuk hewan-hewan yang hidup di air seperti ikan yang bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit.
PARASITOID DALAM PERTANIAN TERAPAN
Oke Sebaiknya kita tinggalkan sejenak pandangan parasitoid di dunia akademisi kampus, pada keadaan nyata dunia pertanian masyarakat Indonesia, parasitoid menjadi tidak terkenal akibat berbagai persoalan, salah satunya karena tujuan dari pertanian adalah untuk mendapatkan hasil panen sebanyak-banyaknya dengan modal sekecil-kecilnya (agak mirip dengan teori ekonomi classic Adam Smith), hal itu semakin didukung dengan pengembangan teknologi pestisida dan memasarkannya dalam jumlah yang banyak meski harganya mahal.
Kelompok-kelompok tani di Kabupaten Luwu pada umumnya samar-samar mengenal kalimat Parasitoid, namun hampir tidak mengenal bagaimana bentuk serangganya, dan bagaimana pula unsurnya jika parasitoidnya berasal dari jenis bakteri, jamur, virus dan nematoda, rupanya saja tidak diketahui apalagi menerapkannya dalam aplikasi pertanaman.
Sehingga untuk sementara bisa kita simpulkan upaya pengendalian hama pertanaman dengan parasitoid, pada umumnya terjadi di laboratorium dan pada usaha pertanian dalam skala modal besar, untuk pertanian skala miskin kebawah belum terlalui signifikan kedengarannya.
Karena berbagai rintangan yang ditemui untuk mengembangkan parasitoid ini, beberapa hal patut kita acungkan jempol, seperti pengembangan parasitoid dari jenis bakteri, virus, nematoda dan jamur, dimana untuk jenis ini sudah dikomersilkan dalam bentuk “INSEKTISIDA”, jadi jika anda menemukan merek produk pengendalian serangga dengan tulisan Insektisida maka itu berasal dari parasitoid golongan mikroskopis, namun anda juga perlu hati-hati karena produk seperti itu juga mudah sekali dipalsukan.
JENIS-JENIS SERANGGA PARASITOID
Bagi pembaca yang terbetik hati ingin mengetahui rupa dari serangga-serangga, hewan-hewan dan mahluk mikroskopis parasitoid bisa disimak pada keterangan dibawah ini.
1. Serangga parasitoid dari ordo Hymenoptera
2. Serangga parasitoid dari ordo Diptera
3. Parasitoid dari kelompok ikan Gambusia Affinis, untuk mengendalikan larva nyamuk
4. Parasitoid dari golongan nematoda seperti nematode Steinernema SP
5. Parasitoid dari kelompok burung, burung Mynah (Acridotheres tristis), burung ini dimanfaatkan untuk mengendalikan belalang kembara merah
6. Dan masih banyak jenis mahluk lainnya.
Nah, bagaimana pemirsa hebat bukan ternyata parasitoid ini, jika kita mengendalikan tanaman dengan cara ini bisa dipastikan keadaan lingkungan kita akan semakin ramah, sampai jumpa pada pembahasan selanjutnya.
Sumber Foto * Dokumentasi foto fakultas pertanian Universitas Andalas (www.faperta.unand.ac.id)