Suku Kubu atau yang lebih populer dikenal dengan suku anak dalam (SAD), merupakan suku pedalaman yang menggantungkan seluruh hidupnya dari hasil hutan, baik itu hewan liar sebagai buruan, buah-buahan hutan dan “hal-hal lain” yang diproduksi oleh hutan.
Sebagai suku yang memanfaatkan hasil hutan, salah satu tanaman yang dimanfaatkan suku kubu sebagai sumber pendapatan adalah buah rotan, atau lebih dikenal dengan buah jernang, dalam bahasa latinnya dikenal dengan nama “Daemonorops Draco BL”, dikalangan pasar gelap dikenal dengan istilah “Darah Naga” dan banyak istilah lainnya.
Buah jernang dimanfaatkan sebagai bahan mentah berbagai produk, diantaranya untuk obat-obatan, bahan pewarna, dan lain sebagainya, di pasar gelap hasil ekstrak buah ini diekspor ke berbagai Negara, ke China, India, Malaysia, dan Jepang, karena pemasaran getah jernang tidak diatur oleh Negara Indonesia, harga getah ini dibandrol antara Rp 700.000/kg s/d Rp 1.000.000/kg, tergantung kualitas yang dihasilkan.
Tanaman rotan penghasil buah jernang bagi suku kubu sangat sensitive, mengingat pesaing mereka dalam mendapatkannya tidak hanya dari sesama kalangan suku kubu, namun juga dari orang luar (masyarakat kampung), karena itu biasanya ketika musim buah jernang suku kubu sibuk didalam hutan dan mereka semakin sulit ditemukan.
Pendampingan suku kubu yang dilakukan perkumpulan peduli kabupaten Dharmasaraya bersama SSS-Pundi Jambi, mencatat berbagai perkembangan dan fenomena kehidupan suku ini di hutan pedalaman Dharmasraya, salah satunya cara mereka mengolah buah jernang.
Selama pendampingan hampir tidak pernah terdengan suku kubu melakukan budidaya rotan penghasil buah jernang ini, mak Marni salah seorang dari komunitas suku kubu pernah mengatakan, sulit untuk membudidayak rotan penghasil jernang ini, sebab belum tentu setiap bibit yang ditanam tersebut menghasilkan buah jernang, karena itu yang bisa mereka lakukan hanyalah menjaga agar tumbuhan tersebut tidak ditebang, dan “menjaganya” dari pandangan orang luar.
Karena banyaknya pesaing dari orang luar, biasanya kelompok suku kubu lebih awal menjaga “permata” mereka ini, dimana biasanya musim jernang pada bulan September – Desember, mereka mulai berpindah masuk lebih dalam kehutan pada bulan agustus.
Studi penelitian yang dilakukan Totok K Waluyo, Teknik Ekstraksi Tradisional Dan Analisis Sifat-Sifat Jernang Asal Jambi, menyatakan jernang adalah resin yang merupakan hasil sekresi buah rotan jernang, resin tersebut menempel dan menutupi bagian luar buah rotan.
Ekstraksi buah jernang oleh suku kubu biasanya dilakukan dengan cara ekstraksi kering, berikut ini cara ekstraksi buah jernang.
Cara ekstraksi buah jernang
Alat dan bahan : ambung (keranjang rotan), kayu penumbuk, lembaran plastic untuk penampung.
1. Buah jernang dilepaskan dari tandannya
2. Buah jernang kemudian dimasukkan kedalam ambung
3. Kemudian ditumbuk perlahan-lahan
4. Jernang yang keluar melalui celah-celah ambung ditampung dengan plastik
Serbuk hasil ekstraksi dimasukkan kedalam plastik, lebih kurang tiga puluh menit hasil ekstraksi akan mengeras dan menggumpal.
Tidak semua jenis rotan menghasilkan buah jernang, rotan yang menghasilkan buah jernang diantaranya adalah, Daemonorops draco BL.; D. draconcellus BECC.; D. mattanensis BECC.; D. micrantus BECC.; D. motleyi BECC.; D. propinquess BECC.; D. rubber BL.; D. sabut BECC.; D. micracanthus BECC. dan lain-lain Jenis-jenis tersebut tersebar di pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu), Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Credit :
- Tatok K Waluyo - TEKNIK EKSTRAKSI TRADISIONAL DAN ANALISIS SIFAT-SIFAT JERNANG ASAL JAMBI
- SSS - Pundi Jambi
- Perkumpulan Peduli, Dharmasraya